Beranda | Artikel
Jawaban Bagi yang Berkata Obat Dokter dan Vaksin Hukumnya Syubhat
Jumat, 18 Maret 2016

Maaf tulisan ini bukan bermaksud menyinggung siapapun

Agak heran, jika ada tenaga kesehatan atau dokter yang sangat kritis sekali dengan kehalalan vaksin (antivaksin) (ingat: penggunaan enzim babi pada vaksin hanya minoritas, jadi jangan digeneralisir vaksin=babi, itupun hanya sebagai katalisator)

Maaf saja, jika mereka ngotot vaksin haram, seharusnya standar mereka mengharamkan vaksin harusnya digunakan juga dengan obat yang mereka gunakan ketika menjadi tenaga kesehatan atau dokter, atau peralatan laboratorium mereka mulai dari reagen dan alat kimia lainnya

 

Misalnya sedang sakit perut, pusing atau sakit gigi, obat yang mereka (tenaga kesehatan yang antivaksin) pakai harusnya mereka tanya juga:

“Sudah ada sertifikat MUI”?

“Apakah halal”

“Apa saja bahannya”

“Kalau berasal dari sapi, siapa yang menyembil sapinya? muslim atau non-muslim?

“Kalau muslim, apakah dia tahu cara sembelih yang syar’i? yakin dia gak lupa baca bismillah ketika menyembelih?

 

Kalau sakit gigi atau vertigo kuat, seharusnya dia tidak perlu kasi obat dokter, karena itu bukan darurat, kan masih ada alternatif bisa pakai air garam, bawang merah dan lain-lainnya atau kalau ditahan juga gak bakal meninggal

Begitu juga ada luka robek menengah, sebaiknya jangan dibawa ke UGD karena pasti nanti sebelum dijahit akan disuntik anestesi, obat anastesinya kan belum jelas kehalalalanya atau minimal syubhat, bukan darurat juga, karena kalau luka robek menengah tidak dijahit tidak akan meninggal juga hari itu juga, kan masih ada alternatifnya herbal menurut versi mereka (ingat herbal, thibbun nabawi dan kedokteran modern sama baiknya asalkan jelas dosis dan dilakukan oleh ahlinya dan berpengalaman)

Kalau butuh darah, jangan ditansfusi darah, karena antikoagulan darah itu belum ada sertifikat MUI atau minimal syubhat, bukan darurat juga karena masih ada pengobatan alternatif versi mereka

Begitu juga kalau kecelakaan atau kondisi gawat jangan ada yang dibawa ke UGD Rumah sakit, karena pasti dikasi obat-obat medis yang katanya “haram”

 

Begitu juga dengan oknum antivaksin (maaf, tidak semuanya), yang mereka juga menjual semacam obat atau produk makanan, seharusnya mereka ada sertifikat MUI juga dan perlu diaudit proses pembuatannya
Penjelasannya:

Tidak begitu saudara-saudara sekalian,hukum asal sesuatu adalah halal sampai ada dalil yang mengharamkannya,

Kalau ada yang bilang:

“kan syubhat tuh”
Jawabnya:

Mie ayam pinggir jalan juga bisa syubhat kalau pakai standar itu,

“Perlu tanya dulu penjual mie ayamnya muslim atau tidak?”

“Jika muslim, perlu tanya apakah dia yang sembelih atau beli di tempat penyembelihan”?

“Siapa coba yang sembelih ayamnya? yakin dia sembelih dengan cara yang syar’i? gak lupa baca bismillah?

Tentu ini tidak tepat

Jika beranggapan syubhat (karena ragu-ragu belum jelas halalnya) maka tidak bisa ia mengumumkan atau sebarkan bahwa hal itu syubhat, sehingga menjadi hukum umum bagi semua orang, hukumnya adalah syubhat, karena bisa jadi bagi yang lain, jelas status dan hukumnya.

Karenanya lanjutan hadist tentang syubhat (لا يعلمهن كثير من الناس) “Tidak diketahui oleh orang banyak”, ‘banyak” di sini yaitu orang awam masalah agama, karena orang awam memang lebih banyak,
Jika ulama atau ahlinya sudah menjelaskan maka sudah bukan syubhat lagi, apalagi sudah ada fatwanya dan penjelasannya

Anggapan syubhat bagi dirinya bisa juga bentuk wara’ karena ia tidak tahu, sedangkan hukumnya bisa jadi jelas bagi mereka yang sudah tahu

jika merasa syubhat silahkan bagi diri sendiri, jangan menyebarkan fatwa “mie ayam ini syubhat” karena penjelasan hadits, syubhat itu bisa jadi bagi diri tapi tidak dengan orang lain karena sudah tahu ilmunya, apalagi ada fatwa yang banyak dari ulama

Maaf saja saya lebih tenang dengan kaidah ulama dan penjelasan ulama, bukan berarti kita tidak peduli dengan haram-halal tetapi, tetapi karena hukum asalnya halal, maka untuk berpindah ke haram harus dengan hal yang pasti dan tidak bisa dengan “ragu-ragu” atau “jangan-jangan”

 

Inilah yang dimaksud kaidah fikhiyah:

اليقين لا يزول بالشك

“Yang sudah yakin tidak bisa hilang dengan keragu-raguan (belum pasti)”

 

Semoga ini bisa memperjelas, yaitu kisah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diberi hadiah daging kambing oleh wanita Yahudi dan daging tersebut diberi racun.

Silahkan baca disini kisahnya:

Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Wafat/Syahadah Membawa Sisa Racun


Perhatikan yang memberi hadiah adalah wanita Yahudi. Memang sembelihan ahli kitab adalah halal. Tetapi jika telah NYATA dan ada bukti NYATA mereka:

1.Menyembelih dengan menyebut nama selain Allah, maka haram daging tersebut

2.menyembelih dengan cara yang tidak syar’i, maka haram daging tersebut

Tetapi jika tidak ada bukti dan hanya prasangka saja, maka tidak bisa menghilangkan hukum asalnya yaitu halal. Apalagi kita ketahui bagaimana sifat Yahudi. Tetapi Nabi shallallahu alaihi wa sallam menerima saja hadiah daging hadiah dari Yahudi dan daging tesebut dimakan oleh beliau.
Agar lebih menambah pengetahuan mengenai status kehalalan obat dan makanan, silahkan baca link-link berikut:

Jawaban Bagi Yang Berkata: Banyak Obat Dokter Berbahaya dan Haram

Hukum Asal Obat (Makanan) Adalah Halal

Makanan dan Obat yang Ada Kandungan Alkohol dan Turunan Babi”

Dokter Muslim Memilih Obat Turunan Sapi daripada Babi

 

Penjelasan Berita “Belum Ada Vaksin Yang Halal Untuk Bayi”

Demikian semoga bermanfaat
@Laboratorium RS Manambai, Sumbawa Besar – Sabalong Samalewa

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen

Artikel www.muslimafiyah.com

 


Artikel asli: https://muslimafiyah.com/jawaban-bagi-yang-berkata-obat-dokter-dan-vaksin-hukumnya-syubhat.html